Sunday, May 28, 2006

Babie's Home Alone-nya Denis



Oleh : Andi Sri Suriati Amal

Namanya juga anak-anak. Habis nonton film langsung ditiru. Itu lho, film seri anak-anak berjudul W.I.T.C.H., tentang kawanan pendekar dengan senjata pamungkas masing-masing berupa api, air, angin, dan tanah.


Abdussalam bercerita sambil berlakon. Tentang pertempuran seru antara luft (udara), erde (tanah), wasser (air) dan feur (api), sambil teriak-teriak memperagakan.

"Feuer, tdrrrrrreeessyy"

"Wasser, ssschyyyyy"

Deniz yang biasanya cuek-cuek bebek kalau kakaknya pada asyik mendengar cerita, kali ini nggak mau kalah. Begitu Abdussalam selesai dengan ceritanya, Deniz,

"Mama, Deniz lagi"

"Iya, Deniz juga mau cerita?"

"Iya"

"Oke, sekarang Deniz yang cerita, yang lain dengerin ya..."

"Pada suatu hari..." Deniz memulai ceritanya.

"Ada beby..., beby-dia (dia=nya, versi Deniz) nangis. Beby dia nggak ada mama sama ayah dia."

"Lho, mama sama ayahnya mana?" Jehan.

"Mama sama ayah dia pergi, beby dia di rumah... sendirian..., jadi beby dia nangis. Habis itu... policai (polizai=polisi) datang"

"Terus..." Pendengar nggak sabaran.

"Habis itu..., beby dia diambil sama policai. Terus dibawa ke rumah policai. Habis itu kan..., mama sama ayah dia udah pulang, cari-cari anak dia..., mama dia nangis-nangis...beby dia udah hilang.... Habis itu, policai dia datang... bawa beby dia. Danke cun.... Ende..."

Plok...plok...plok....
"Yihuiiii... tolll..ceritanya bagus Ma..." pendengar bersorak.
"Iya... gut...gut... gut..."

Deniz segera memeluk saya kegirangan.

Ini cerita pertama Deniz, di usianya yang ke 2 thn 11 bulan (11 Mei nanti insya Allah, Denis 3 thn )

'Ee yang Enak



Oleh : Andi Sri Suriati Amal

Waktu makan malam, Jehan melihat ada serangga kecil nempel di mainan ade' Iffah.


"Mama, kok sekarang udah mulai datang binatang-binatang kecil sih?"

"Ya iya, kan sebentar lagi udah frühling (musim semi)"

"Oh iya ya, wah... klo gitu sebentar lagi banyak lebah dong"

"Wah... iya ya..."

Masih teringat ketika musim panas yang lalu ade Iffah disengat seekor lebah. Kenanya di telapak kaki, tapi bengkaknya sampai ke paha. Syukur alhamdulillah, setelah diperiksa, kata dokter nggak apa-apa. Ade Iffah hanya dikasih anti alergi.

****
Lalu seperti biasa, menjelang tidur Abdussalam bilang:

"Mama, Salam ada geschichte (cerita)"

"Oh ya, geschichte apa?"

"Geschichte Salam sekarang tentang tawon, mama mau dengar nggak?"

"Mau..."

"Pada suatu hari ada seekor tawon. Tawon terbang ke dalam hutan. Dia terbang.... terbang.... terus... masuk ke hutan. Tawonnya terbang sampai jauh... sekali. Sampai si Tawon gak tau lagi pulang ke rumahnya"

"Oh... tawonnya tersesat ya bang"

"Iya, habis itu, tawonnya jadi jelek, kurus, sebab tawonnya udah berapa hari nggak makan. Jadi mukanya jadi kurus" (Yang ini sih pasti niru saya. Ketika minggu lalu Salam dan adik-adik sakit muntaber, waktu saya bujuk-bujuk biar dia mau makan, saya bilang begini, "Ayo dong bang makan, liat tuh... abang udah kurus, mukanya jadi jelek" he...he...he... dasar)

"
Habis itu, tawonnya terus terbang mencari rumahnya. Tiba-tiba tawon lihat rumahnya. 'Wah... itu rumah saya' Udah deh... tawonnya terus terbang masuk rumahnya. Habis itu tawon keluar lagi cari makanan. Pas udah kenyang, tawon pulang ke rumah. Dia itu mau 'ee (BAB)"

"
Mama tau nggak, di rumah tawon itu banyak toiletnya"

"
Oh ya?"

Salam lompat mengambil botol madu, dan meneruskan ceritanya:

"Mama, lihat dah. Rumah tawon kan begini, banyak lubang-lubangnya. Tawon itu
'ee dilubang-lubang ini. Lubang-lubang ini toiletnya" Sambil menunjukkan gambar sarang tawon di botol madu.


Deniz yang dari tadi diam mendengarkan langsung memotong:


"Iiih... 'ee... bau..."

"Nggak Deniz. Deniz tau nggak? 'Ee tawon itu kan enak. 'Ee tawon itu kan madu, iya kan Ma?"

"Iiigiiit (Jijik) 'ee... bau...nggak enak" Deniz, sambil menunjukkan muka jijik.

"Nggak... 'ee Deniz itu yang bau (agak marah). 'Ee tawon enak. Deniz kan juga suka madu. Iya kan?"

"Iya ya bang, subhanallah, Allah berikan kelebihan ke tawon,
sehingga 'eenya tawon bukan hanya enak tapi juga obat
"

Frankfurt/Main, 9 Maret 2006

Gambar Fantasi


Oleh : Andi Sri Suriati Amal

Jehan lagi suka bermain kata-kata, ngutak-ngatik bahasa Jerman di atas kertas. Katanya sih lagi belajar buat puisi. Adik-adiknya, Deniz dan Iffah, juga sedang bermain. Tiba-tiba ...

"Mama, guck mal ! "

teriak Abdussalam sambil menggerak-gerakkan tangannya di udara.

"Salam ngapain?"

"Guck mal ! Salam lagi gambar strawbery", jawabnya.

"Mana strawberynya?"

"I..ni..! Cantik nggak?" katanya sambil menunjuk sesuatu di depan mukanya.

Kosong, nggak ada apa-apa.

"Oh... gambar fantasi, oder?" Jehan menimpali.

"Iya..., itu gambar fantasi, tapi cantik sekali" tambah Abdussalam

"Ohhh..."

"Sekarang, Salam mau gambar apel".

"Tapi apelnya itu di pohon, ada batangnya, terus ada daunnya". Sambil terus mencoret-coret di udara, layaknya seorang pelukis ..

"Mama, siap... tan...tan...!"

"Oh... bagus sekali, gut...gut...!"

"Akh... aurat!"

(ini sering terjadi, klo anak-anak melihat gambar wanita yang pake baju minim, entah itu di tipi atau gambar-gambar iklan dipinggir jalan. Kalau lagi nonton sih, biasanya anak2 akan segera menekan teletext---hanya menampilkan iklan-iklan dalam bentuk tulisan saja---)"

sambil menutup mata dengan tangan dan masih berdiri tepat di depan gambar fantasinya.

"Apa? Mana auratnya?" tanyaku curiga.

"Itu...!" tunjuknya, tepat kearah gambar fantasinya tadi.

"Apa??? Mana???" Aku mulai panik.

"Jangan-jangan Abdussalam sedang berfantasi melihat perempuan berbaju seadanya. waduhhh... kacaw... kacaw..." pikiranku mulai liar. Aku mulai mendekatinya,

"Mana auratnya?" suaraku mulai tinggi.

"Itu...!" sambil menutup matanya dengan sebelah tangan, dia menunjuk ke arah bawa meja tidak jauh dari tempatnya berdiri.

Ooh... ternyata itu biang keroknya: gambar perempuan pada brosur iklan busana. Aduhhh... kebiasaan deh nih. Suka aja, selesai belanja, main ambil aja iklan-iklan yang biasa disediakan oleh pihak toko di dekat meja kasir. Tadi rupanya, belum sempat liat-liat udah di mainin entah sama Iffah atau Deniz. Rupanya ada iklan baju dalam, biasalah... itu pakaian klo diiklanin emang kenapa sih... harus diperagakan oleh seseorang segala. Kenapa nggak pakaian dalamnya itu aja yang difoto gitu loh... Aduh... aduh... bikin runyam aja ini dunia. Untung saya nggak langsung marah-marah ke Salam. Tetapi memang salahku juga sih. Biasanya kertas-kertas iklan ini akan segera kubuka-buka dan kalau ada bagian-bagian itu tadi, aku langsung buang ke tempat sampah. Tempatnya memang lebih pantas di sana.
Aduh.... nasib... nasib. Beginilah kalau tinggal di negara sekuler.

Frankfurt/Main, 4 Februari 2006

Abdussalam dan Cerita Tikus


Oleh : Andi Sri Suriati Amal

Malam itu giliran ayah membacakan cerita ke anak-anak. Kisah seorang nelayan miskin dan jin ifrit dari Arabian Nights (kisah seribu satu malam). Ceritanya cukup panjang.

Lalu seperti biasa, setelah dibacakan cerita, Abdussalam akan minta giliran untuk bercerita. Biasanya dia akan menceritakan ulang kisah yang baru saja didengarnya. Kadang persis dengan detailnya. Kadang juga -dan ini lucunya- dengan mengganti tokoh ceritanya menjadi tikus.

"Sekarang Salam ya yang cerita. Dengerin ya...," katanya.

"Pada suatu hari kan, seekor tikus kecil bangun pagi-pagi ..."

"Loh, kirain mau ngulang cerita yang tadi?" tanya Jehan menyela.

"Nggak! Ini ceritanya lain. Kakak denger dulu!"

"Pada suatu hari kan, tikus kecil itu bangun pagi-pagi.
Habis itu dia siap-siap mau ke sekolah. Habis makan, dia minum susu,
terus tikus itu pergi sekolah dianterin sama mamanya"

"Tikusnya nggak solat dulu?"

"Iya, solat dulu. Habis solat baru dia makan, minum susu, terus pergi sekolah.
Tikus itu kan dianterin mamanya. Habis nganterin anaknya, mamanya tikus itu
singgah dulu ke Mini Mall. Dia beli susu, permen, udang, cumi, coco crunch...,
mainan, kereta-kerataan, buat anaknya".

"Ha..???"

Kita yang dengerin jadi saling melirik sambil menahan tawa (soalnya semua yang dia sebutin itu adalah kesukaannya). Salam melanjutkan ceritanya.

"Habis itu, pulang sekolah anak tikusnya langsung nanya ke mamanya, mama, mama beliin saya mainan nggak? Iya, kata mamanya. Habis itu mamanya kasih anaknya itu mainan kereta-keretaannya. Pas itu ade'nya juga mau. Ya udah, mamanya pergi lagi ke mini mall beli satu lagi buat ade'nya tikus. Biar adenya itu nggak nangis"
"Und ende..."

Abdussalam menutup ceritanya.

"Kok tikusnya kayak Abdussalam?"
"Iya, Ma. Tikusnya itu kan kayak Abdussalam"
"Ooooohh..hh... ho ho.....".

Ayo ke Dokter



Oleh : Andi Sri Suriati Amal

Suatu hari telinga Abdussalam sakit. Karena pilek, terjadi penyumbatan di telinga, menimbulkan nyeri.

"Ya udah, nanti kita ke dokter"
"Dokter yang suka meriksa ade Iffah ya, Ma?"
"Bukan, itu dokter anak. Kita ke dokter telinga"
"Oh..., dokter telinga, ya?"

Mungkin karena gratis, anak2 jadi suka ke dokter.
Beberapa hari kemudian ....

"Yuk, kita ke dokter gigi"
"Gigi kakak sakit ya, Ma?"
"Iya. Gigi kakak mau dicabut"

Lalu sorenya, ketika Ayah siap-siap mau berangkat.

"Ayah mau kemana?"
"Ayah mau ke dokter mata"
"Mata ayah sakit, ya?"
"Nggak. Ayah cuma mau ganti kaca-mata.
Jadi, mau diperiksa dulu matanya sama dokter"
"Ooh ..."


Terus tadi siang, lagi asyik main, Abdussalam tiba-tiba menjerit,

"Auww...!!!"
"Kenapa, sayang?"
"Kaki Salam sakit kena lego!"
"Nggak pa 'pa. Ntar juga hilang sakitnya"

Rupanya nyeri di telapak kakinya itu belum hilang juga. Maka ...

"Ayo dong, Ma ... cepetan kita ke "dokter kaki" ..."
"Ha, dokter kaki ??? ...
"

Frankfurt/Main, 23 Desember 2005

Oh ya, Abdussalam besok ulang tahun yang ke-4, lho ...
insya Allah.

Sabar Nak…



Oleh: Andi Sri Suriati Amal

Deniz paling suka kalau main sama abangnya, Abdussalam. Entah kenapa dia seneng sekali usil sama abangnya. Kukatakan usil karena dia senang aja mempermainkan abangnya. Misalnya, abangnya lagi pegang apa… terus dirampas dan dibawa lari sambil ketawa cekikikan. Atau abangnya lagi baring atau duduk, tiba-tiba di tindih sama Deniz. Seringkali si abang kesel sambil teriak, “Deniz…. neinnn…..!”, si ade malah lari cekikikan. Abdussalam tambah kesel, Deniz dikejar habis itu diunyeng-unyengnya si Deniz. Biasanya sih Deniz, nggak nangis. Paling-paling dia lari ke aku, ngumpet di balik badanku.

“Kenapa nih…”tanyaku

“Mama, Deniz suka gangguin abang dah…,Salam jadi kesel niih”, Salam membela diri.

Lalu kukatakan padanya, “Abang nggak boleh kesel dong, Deniz kan cuman main-main”.

“Tapi Salam nggak suka,”ujarnya lagi.

Di lain waktu, mungkin karena saking keselnya, dicubitnya Deniz sampai menangis.

Aku mendekati keduanya sambil berkata, “Salam…, Salam nggak boleh begitu sama ade”.

“Tapi Deniz yang gangguin abang dulu…”ujarnya dengan muka memelas.

“Mama tau, tapi abang harus sabar nak…, Deniz itu kan masih kecil sayang. Jangan disakiti yah…”bujukku.

“Abang, tau nggak anak sabar, disayang Allah”,lanjutku.

“Iya Ma…, Salam mau sabar akh….”

***

Ketika Salam diajak ayah kesuatu kota lain di Jerman untuk menghadiri pengajian, Salam seneng sekali karena naik ICE (Inter City Express). Sampai disana, ada anak-anak lain yang sebaya dengannya. Ketika asyik bermain, salah seorang dari anak itu yang bernama Umar suka sekali mengganggu Salam. Sebentar-sebentar Salam di tinjunya. Salam asyik mengelak saja. Tapi anak itu terus-terusan mengganggu Salam sambil cekikikan. Rupanya lama kelamaan kesabaran Salam jadi hilang,

“Talo (baca kalau) begini, Salam jadi kesel dah…”Teriaknya sambil meninju balik ke arah anak itu. Waktu ayahnya menceritakan ke aku kejadian ini, Salam buru-buru membela diri, “Habis badan Salam sakit, si Umal itu nakal dah…”

Aku cuman senyum-senyum …

***

Waktu lagi mau sholat aku pesen sama Salam supaya dia sholat sampai habis. Ketika dia lagi sholat, Deniz yang tadinya ikut sholat terus mengganggu abangnya. Ditariknya sejadah yang di pake abangnya, Salam berhenti sebentar sambil membetulkan kembali letak sejadahnya. Ditegurnya Deniz, “Nein Deniz, abang mau sholat nih..”Ujarnya pelan. Si Deniz hanya menutup muka. Lalu Salam melanjutkan sholat. Tiba-tiba Deniz mendorong Salam yang lagi ruku’.

“Deniz…bitte… jangan ganggu abang”ujarnya dengan muka memelas menahan tangis. Salam melanjutkan sholat. Salam baru mengangkat takbir, Deniz mendorong abangnya lagi. Salam langsung menangis.

“Mama, talo begini Salam nggak bisa sabar dah…”