Pekan terakhir September adalah awal musim gugur. Di saat masyarakat Jerman sibuk merayakan pergantian musim dari Sommer ke Herbs,
komunitas Muslim di sini bersemangat menyambut datangnya Ramadhan yang
kali ini jatuh pada hari Minggu 24 September 2006. Semangat ini sudah
terasa ketika tema puasa dan Ramadhan ini mulai banyak diangkat di
berbagai forum pengajian dan milis-milis.
Seperti
biasa, Masyarakat Islam Indonesia (MII) Frankfurt dan sekitarnya pun
membentuk panitia Ramadhan dan Idul Fitri. Mereka mempersiapkan
segalanya, mulai dari susunan acara, jadwal petugas imam, penceramah,
pemandu tadarus, hingga membuat website khusus.
Tentu
saja penyambutan Ramadhan di sini tidaklah semeriah di Tanah Air atau
di negara-negara muslim lainnya. Di sini tidak terdengar suara orang
mengaji atau laungan adzan dari menara mesjid, tidak ada tayangan khusus
Ramadhan di televisi, tidak ada bunyi petasan atau mercon.
Agar
aura Ramadhan terasa bagi anak-anak, sejak jauh hari tema Ramadhan ini
sudah kami angkat dalam cengkerama dengan mereka. Ini penting untuk
memperkenalkan dan menjelaskan makna dan nilai Ramadhan. Untuk
menumbuhkan rasa nikmat, khusyuk dan rindu pada bulan suci ini. Beberapa
minggu sebelumnya tema puasa ini juga sudah kami bahas di kelas iqro
untuk anak-anak di KJRI-Frankfurt. Anak-anak tampak antusias bertanya
dan menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar puasa dan ramadhan.
“Kenapa kita harus puasa?” tanya Abdussalam (4,9 thn). Yang lain berlomba-lomba menjawab.
“Biar kita bisa merasakan penderitaan orang miskin yang tidak punya apa-apa untuk dimakan,” kata Fadhilla (8 thn).
“Karena Allah menyuruh kita berpuasa,” kata Jehan (8,9 thn).
“Supaya perut kita bisa istirahat dari makan dan minum, sehingga kita bisa sehat,” jelas Laura Zobel (8 thn) tak mau ketiggalan.
Lantas ketika ditanya, siapa yang mau puasa Ramadhan nanti, anak-anak itu hampir serentak menjawab: “Saya!”.
“Nanti kalau puasa di sekolah lihat teman-teman makan minum, bagaimana?”
“Nggak pa pa. Kalau ditanya, bilang aja: Ich habe kein Hunger [saya nggak lapar koq],” kata Abdussalam.
“Jangan
begitu. Bilang aja: Ich bin Muslim und ich faste [saya muslim dan saya
sedang puasa],” sergah Fadhilla dan Jehan serempak.
Sebagai
persiapan Ramadhan, anak-anak kami ajarkan doa berbuka puasa, niat
berpuasa dan doa laylatul qadar. Serta tema acara menggambar kami pun
seputar puasa. Tema puasa juga kami jadikan bahan obrolan di rumah.
“Mama, kapan kita mulai puasa?” tanya Jehan.
“Insya Allah beberapa hari lagi. Kalau bukan Sabtu mungkin Minggu” jawabku.
“Jehan pengen cepet bulan puasa,” katanya lagi.
“Ramadhan asyik. Makan sahur, buka puasa sama-sama, terus pergi tarawih beramai-ramai di mesjid.”
“Kenapa kakak suka bulan puasa?” tanya Abdussalam.
“Iya, dong. Salam tau nggak, bulan puasa ini kita bisa dapat punkte banyak. Semua amal soleh kita jadi berlipat ganda banyaknya.”
Punkte
(nilai prestasi) adalah istilah yang saya pakai untuk menjelaskan ke
anak-anak tentang konsep pahala. Saya katakan bahwa kalau mau jadi
pemenang nanti di akhirat mereka harus mengumpulkan punkte sebanyak-banyaknya di dunia. Sama seperti orang main game. Supaya menang mesti dapat banyak punkte. Di akhirat kelak, punkte
ini adalah pahala dari sholat, mengaji, sedekah, berbuat baik dan lain
sebagainya. Siapa yang rajin melakukan semua itu maka dialah yang akan
mendapat punkte yang paling banyak.
Tadi
malam, waktu mau berangkat ke mesjid untuk shalat taraweh malam
pertama, anak-anak sudah bersiap-siap sejak maghrib dan tak sabar ingin
segera ke mesjid.
Mesjid
Abu Bakr Frankfurt tampak terang dan ramai pengunjung. Muslim dan
muslimah berdatangan dari segala penjuru Frankfurt. Ada yang sendirian,
bergerombol dengan teman dan rombongan sekeluarga. Ummi Sarah, teman
kami keturunan Arab yang tinggal di Eschborn dengan gembira memeluk saya
dan menciumi anak-anak kami ketika bertemu lagi di mesjid itu. Kami
berkenalan di mesjid yang sama di bulan Ramadhan tahun lalu. Dia segera
mengatakan keinginannya untuk mengundang kami ifthar bersama di rumahnya.
Anak-anak
tampak menikmati sekali kemeriahan malam Ramadhan ini. Jehan ikut
sholat dengan semangat sampai selesai. “Masya Allah, masya Allah!” ujar
seorang ibu-ibu sambil mengusap kepala anak-anak.
“Dari Indonesia, ya?“ tanyanya sambil memberi isyarat.
“Ya,” jawab saya.
“Masya Allah, masya Allah!” katanya lagi.
“Saya juga ketemu banyak orang Indonesia ketika di Mekkah”.
“Muslim Indonesia bagus-bagus, ya”.
“Alhamdulillah,” kataku sambil tersenyum.
Sampai
di situ kami pun berpisah sambil mengucapkan salam dan Ramadhan
mubarak. Dalam hati kuberdoa semoga semangat di malam pertama ini tetap
hidup hingga ke penghujung Ramadhan nanti. Semoga terus diberikan
kesehatan dan kesanggupan serta dijadikan pemenang insya Allah pada
akhirnya, amiiin.
Frankfurt am Main, 1 Ramadhan 1427 H
bertepatan dengan 24 September 2006
No comments:
Post a Comment