Kami tengah santai
duduk-duduk bersama selepas isya, ketika Abdussalam memecah keheningan:
“Salam tidak mau
Mama sama Ayah mati”, katanya sambil merangkul.
“Jehan juga nggak
mau!” kakaknya
menimpali.
“Mama juga sama. Inginnya
lihat anak-anak Mama semuanya besar dulu, sudah kawin semua, jadi seperti ayah
sama mama, baru mati,” kataku
menghibur.
Rupanya Abdussalam terkesan dengan film Batman Forever, terutama bagian yang
mengisahkan masa kecilnya sebagai anak yang ditinggal mati kedua orang tuanya.
Mendengar lontaran itu, ayah yang
sedang melipat sajadah pun menyela.
“Abdussalam,
Jehan, Mama, Ayah dan semua orang pasti akan mati. Alle Menschen müssen
sterben. Ada yang matinya duluan, dan ada yang kemudian. Abdussalam dan
Jehan tidak boleh takut mati.”
Anak-anak terdiam,
serius memperhatikan penjelasan ayahnya.
“Semua yang hidup,
yang besar, yang kecil, yang kuat, yang lemah, yang kaya, yang miskin, yang
takut, dan yang berani, semuanya akan mati. Jika sudah sampai waktunya.”
“Tapi, Salam nggak
mau mati!” sergahnya.
“Iya, Mama juga
takut kalau orang bicara soal mati”. Aku cuma khawatir kalau anak-anak belum waktunya atau tidak
siap secara mental untuk menerimanya.
“Ya, tapi itu kan
kenyataan. Itu pasti akan terjadi, cuma kita belum tahu kapan”.
Kata Ayah menegaskan.
Abdussalam merebahkan kembali kepalanya di pangkuanku. Jehan kelihatan masih
antusias mendengar. Dia pun bertanya pula.
“Ada nggak orang yang
hidup terus atau bagaimana?”
“Begini, Jehan,”
lanjut ayahnya. “Waktu Jehan kecil kan nenek masih ada. Tapi sesudah Deniz
lahir, nenek tidak ada, nenek mati. Ada orang yang hidupnya lama, 60 tahun atau
lebih dari itu baru mati. Ada juga baru beberapa tahun , masih kecil sudah
mati. Jadi, ada yang lahir, dan ada yang mati. Begitu seterusnya sampai hari
kiamat.”
Sampai di sini
Abdussalam sudah terlena. Mungkin karena percakapan kami mulai serius.
“Waktu kiamat itu,
semua orang sudah mati dulu atau masih ada orang?” tanya Jehan yang
masih bersemangat ingin tahu.
“Masih ada, tapi
semuanya orang-orang yang tidak beriman. Hanya dalam waktu singkat, mereka
semua dimatikan”, jawab
ayah singkat.
Aku ikut menyimak percakapan anak-ayah ini.
“Orang Jerman percaya
juga seperti kita nggak, bahwa nanti ada kiamat, ada akhirat?”
tanya Jehan belum puas.
“Ada yang percaya.
Tapi sekarang ini lebih banyak yang tidak percaya. Mereka pikir, orang itu lahir,
dari bayi tumbuh membesar, jadi orang tua seperti kakek- nenek, terus mati dan
sudah, selesai.”
“Lebih baik mana,
kita percaya atau tidak percaya hari kiamat dan akhirat?” tanya Jehan penasaran.
Sampai di sini ayah
berusaha menjelaskan dengan pengandaian.
“Begini. Jehan dan
ayah sekarang ini berada di dalam rumah. Jehan dan ayah sama-sama tidak pasti
apa yang akan terjadi di luar sana, mungkin hujan mungkin tidak. Bagi ayah
sendiri, lebih baik ayah memilih beranggapan di luar sana akan hujan. Karena
itu, selagi di rumah, sebelum keluar, ayah sudah menyiapkan payung. Jika betul
hujan, ayah tidak akan kehujanan, karena ayah membawa payung.”
Sampai di sini ayah
berhenti dan balik bertanya.
“Nah, sekarang
menurut Jehan. Apa yang terjadi dengan orang yang tidak menyiapkan payung?” Jehan
mangguk-mangguk dan menjawab dengan riang.
“Orang yang tidak
punya payung akan kehujanan dan mungkin bisa sakit karena kedinginan” ujarnya.
“Nah, rumah
itu ibarat hidup di dunia ini, dan di luar sana adalah hidup di akhirat. Keluar
rumah itu sama dengan orang mati. Hujan itu adalah Strafe (hukuman), dan
payung itu adalah iman dan amal sholeh Jehan. Jadi, lebih baik kita percaya dan
siap-siap. Tidak perlu takut”.
“Ya, Jehan ngerti
sekarang,” katanya puas. Ayah pun ikut tersenyum seraya merangkul Jehan, sementara
Abdussalam sudah terlelap di pangkuanku.
***
Aku pun tercenung, ingat ayat-ayat suci al-Qur’an tentang kematian.
“Sesungguhnya
engkau akan mati, dan sesungguhnya mereka pun akan mati juga” (QS 39:30).
“Tiap-tiap
yang bernyawa akan merasakan mati. Dan hanya kepada Kami kalian akan
dikembalikan” (QS 29:57).
“Tiap-tiap
yang bernyawa akan merasakan mati. Dan Kami akan menguji kalian dengan
keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan hanya kepada Kami kalian akan
dikembalikan” (QS 21:35).
“Sesungguhnya
Allah menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan. Dia mengeluarkan
yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup. Demikianlah
Allah, maka mengapa kamu masih berpaling (ingkar)?” (QS 6:95).
Kemudian
ayat-ayat al-Qur’an yang menerangkan kiamat dan akhirat.
“Dan
sesungguhnya hari kiamat itu pastilah datang, tak ada keraguan padanya. Dan
Allah akan membangkitkan semua orang dari kuburnya” (QS 22:7)
“Tahukah
kamu apakah hari Kiamat itu? Pada hari itu manusia adalah seperti anai-anai
yang bertebaran” (QS 101:3-4).
“Katakanlah
kepada hamba-hamba-Ku yang beriman: "Hendaklah mereka mendirikan shalat,
menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi
ataupun terang-terangan sebelum datang hari (kiamat) dimana tidak ada lagi
tawar-menawar dan persahabatan” (QS 14:31)
“Sesuatu
yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan
yang telah ditentukan waktunya. Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya
Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala
akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat itu. Dan kami akan
memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur” (QS 3:145).
“Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (di akhirat). Bertakwalah
kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS 59:18)
“Inilah
ayat-ayat Al Quran yang mengandung hikmat, menjadi petunjuk dan rahmat bagi
orang-orang yang berbuat kebaikan, (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat,
menunaikan zakat dan mereka yakin akan adanya negeri akhirat” (QS 31:2-4).
Frankfurt am Main, Ahad 18 Februari 2007
No comments:
Post a Comment